Pemerintah akhirnya mulai berupaya
mengurai kemacetan di Jakarta maupun kota-kota besar lainnya dengan
beberapa langkah konkret. Tahapan pertama adalah membuat payung hukum yang bakal melandasi
berbagai kebijakan dalam rangka mengurangi kemacetan. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono telah meneken Peraturan Pemerintah no 32 tahun 2011
tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas.
Aturan ini merupakan landasan hukum bagi pemerintah, terutama daerah,
untuk menerapkan sejumlah aturan lalu lintas baru, antara lain
penerapan jalan berbayar (electronic road pricing).
Menurut Menteri Perhubungan, Freddy Numberi, ada lima kota
yang akan menerapkan kebijakan ini yaitu Jakarta, Medan, Surabaya,
Bandung, dan Makassar. "Aturan itu bisa direalisasikan tahun ini," kata
Freddy di Jakarta, Jumat, 24 juni 2011.
Namun, kata dia, untuk sementara baru bisa ditetapkan di Jakarta.
Aturan ini akan diberlakukan pada lokasi-lokasi jalur 3 in 1. Para
pengendara sepeda motor dilarang masuk ke lokasi itu.
Apakah Jakarta akan langsung menerapkan jalan berbayar? Kepala Dinas
Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, menjelaskan bahwa Jakarta tidak
bisa langsung menerapkannya karena menunggu proses sosialisasi dan
kesiapan masyarakat. Pada tahap pertama Jakarta akan membatasi kendaraan
di jalan raya dengan sistem ganjil genap yang akan diujicobakan saat
ajang Sea Games 2011 di Jakarta, November.
"Dengan ganjil genap artinya kami tidak butuh peralatan canggih dalam
waktu dekat, bisa dilakukan secara manual," kata Udar di Balai Kota DKI
Jakarta, Jumat, 24 Juni 2011.
Sistem ini, lanjutnya, telah sukses diterapkan di sejumlah kota besar
di luar negeri, seperti Bogota, Beijing, dan Singapura. Sementara di
Jakarta, sistem ganjil genap akan diterapkan pada jalur 3 in 1 dan
kawasan Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Sistem ini dirasa masih menjadi solusi paling tepat untuk mengurangi
kemacetan Ibukota dalam waktu singkat menjelang perhelatan olah raga
internasional. "Kalau jalan berbayar memerlukan waktu, sedangkan
sebentar lagi kita akan menyambut tamu negara.”
Selain itu, kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian
Perhubungan, Bambang S Ervan, untuk menerapkan jalan berbayar Pemprov
DKI Jakarta masih menunggu PP dari Kementerian Keuangan yang mengatur
masalah pengadaan alat, tarif dan hal lain terkait jalan berbayar.
Dia
menjelaskan, sistem ganjil genap tidak diberlakukan selama 24 jam.
Kawasan 3 in 1 dan Jalan Rasuna Said dipilih sebagai target karena di
kawasan itu beban lalu lintas cukup berat. Dan hanya diberlakukan selama
tiga jam dalam sehari, mulai pukul 07.00-10.00 WIB, dan sore pada pukul
16.30-19.30 WIB.
Nomor terakhir pada pelat kendaraan yang
menentukan apakah kendaraan itu masuk dalam kategori ganji atau genap.
Sementara untuk angka nol akan masuk dalam kelompok nomor genap.
Pembatasan kendaraan di jalan utama Jakarta dengan sistem ganjil genap, akan dirancang dengan sistem e-enforcement
(penegakan hukum dengan sistem elektronik). Surat Tanda Nomor Kendaraan
juga akan dibuat secara elektronik untuk mempermudah pengawasannya
dengan memakai kamera yang dapat memantau nomor pelat kendaraan yang
melintas di jalur-jalur yang diterapkan. "Jadi bisa terdeteksi. Alat ini
sama fungsinya dengan yang digunakan untuk ERP," jelas Udar.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Royke
Lumowa, menjelaskan, kebijakan radikal perlu diterapkan untuk mengatasi
masalah macet Jakarta.
Sampai akhir Desember 2010, ada 11.362.396 unit kendaraan yang
bergerak di Jakarta. Sebanyak 8.244.346 unit roda dua, dan 3.118.050
roda empat. Setiap hari pertumbuhan kendaraan mencapai 240 unit
kendaraan roda empat dan 890 unit roda dua.
Padahal pertumbuhan luas jalan relatif tetap, hanya sekitar 0,01
persen per tahun. Artinya, bila upaya membatasi pergerakan kendaraan
tidak dilakukan dengan cepat, lima tahun lagi Jakarta akan macet total.
Dengan berbagai aturan pembatasan kendaraan bermotor, kemacetan
Jakarta di jalan protokol diprediksi dapat ditekan hingga 50 persen.
Atau secara keseluruhan, macet dapat diurai dan berkurang hingga 40
persen.
Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menilai
pembatasan kendaraan dengan cara sistem ganjil genap cukup efektif dan
tanpa biaya yang besar, karena tidak perlu membangun jalan.
Dengan mengendalikan perilaku pengguna jalan akan membuat kota ini
menjadi tertib. "Menggunakan kendaraan di Jakarta memang harus
dimahalkan. Masuk jalan bayar, pakir mahal, harga bahan bakar mahal."
Namun,
dia melanjutkan, Pemprov DKI Jakarta harus siap membuat solusi
alternatif untuk menjawab keluhan warga yang merasa hak mereka dibatasi.
Pembangunan transportasi massal yang aman, nyaman dan manusiawi
merupakan jalan keluarnya. Strategi lain, untuk jangka panjang, adalah
dengan penataan ruang dengan membangun pusat pertumbuhan baru di
pinggiran Jakarta.
sumber : fokus.vivanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar